Dalam catatan sejarah kuno Arab, nama Raja Tubba’ tercatat sebagai salah satu penguasa besar dari Yaman yang disebut-sebut pernah melakukan perjalanan hingga ke Timur Jauh. Wilayah yang dimaksud dalam catatan itu diduga kuat adalah kawasan Nusantara, yang kala itu dikenal dengan nama Zabag (Sabak di Jambi/Sayabiga)
Zabag sendiri dalam berbagai manuskrip Arab kuno merujuk pada sebuah kerajaan maritim yang sangat makmur di Asia Tenggara. Para sejarawan modern mengaitkan nama Zabag dengan kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera, karena sesuai dengan deskripsi negeri kaya penghasil emas dan rempah-rempah itu.
Informasi mengenai kunjungan Raja Tubba’ ke kawasan timur banyak ditemukan dalam literatur Arab klasik. Salah satu sumber tertua yang menyebut nama Zabag adalah karya Abu Zayd al-Sirafi berjudul Akhbar al-Sin wa al-Hind, meski dalam teks itu tidak secara langsung menyebut nama Tubba’.
Kisah tentang Raja Tubba’ sendiri lebih jelas ditemukan dalam karya Al-Masudi, sejarawan Muslim dari abad ke-10 M. Dalam bukunya Muruj adh-Dhahab wa Ma'adin al-Jawhar, Al-Masudi menulis bahwa Tubba’ pernah menguasai banyak wilayah di India, Sind, Zanj, dan Kepulauan di Lautan Cina.
Sejarawan meyakini istilah "Kepulauan di Lautan Cina" dalam teks tersebut adalah istilah Arab kuno untuk menyebut kepulauan Asia Tenggara, termasuk Nusantara. Oleh sebab itu, banyak yang beranggapan Tubba’ kemungkinan besar pernah menjangkau Zabag.
Sayangnya, Al-Masudi tidak menyebutkan secara pasti tahun kapan peristiwa itu terjadi. Namun bila merujuk pada periode kekuasaan raja-raja Tubba’ di Yaman, peristiwa itu kemungkinan berlangsung antara abad ke-3 hingga ke-5 Masehi.
Tubba’ adalah gelar yang disandang oleh para raja Himyar di Yaman sebelum masuknya Islam. Para sejarawan Arab menempatkan sosok ini sebagai penguasa yang bukan hanya berkuasa di Semenanjung Arab, melainkan juga dikenal sebagai penakluk wilayah timur.
Dalam Muruj adh-Dhahab, Al-Masudi menulis bahwa raja Tubba’ membawa pasukan besar dan kapal-kapal dagang ke negeri-negeri timur jauh. Ia juga menyebutkan kekayaan luar biasa negeri-negeri di seberang lautan tersebut, termasuk emas, rempah, dan gading.
Walaupun kisah ini terkesan seperti legenda, namun keberadaan nama Zabag dalam literatur Arab diakui oleh banyak sejarawan sebagai fakta historis. Zabag disebut sebagai negeri yang memiliki kapal-kapal terbesar dan pelabuhan yang ramai.
Selain Al-Masudi, penulis lain seperti Ibn al-Faqih dalam kitab al-Buldan juga menyinggung tentang Zabag sebagai kerajaan kaya di kepulauan timur yang kapalnya mampu mengangkut ratusan orang. Keterangan ini sangat sesuai dengan catatan sejarah tentang Sriwijaya.
Di Nusantara sendiri, nama Tubba’ memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam naskah-naskah lokal. Namun beberapa hikayat seperti Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu kerap memuat kisah tentang kunjungan bangsawan Arab ke negeri-negeri Melayu.
Sebagian peneliti berpendapat, kisah tentang raja dari Yaman yang datang ke tanah Melayu bisa jadi merupakan versi lokal dari cerita ekspedisi Tubba’. Apalagi, dalam beberapa versi hikayat disebutkan bahwa bangsa Arab telah datang sebelum penyebaran Islam.
Penting untuk dicatat bahwa dalam budaya Melayu kuno, kisah-kisah asal-usul raja sering dihubungkan dengan keturunan asing yang mulia. Kehadiran figur raja Yaman menjadi salah satu legitimasi keturunan bangsawan di Sumatera dan Semenanjung Melayu.
Sementara itu, tradisi lisan masyarakat di beberapa daerah seperti Minangkabau dan Aceh menyimpan cerita tentang orang-orang Arab yang berlayar ke Nusantara sejak masa lampau. Meskipun kisah ini sulit dibuktikan secara arkeologis, keberadaannya terus hidup dalam ingatan kolektif.
Kaitan antara Tubba’ dan Nusantara juga menarik karena memperlihatkan betapa luasnya hubungan maritim di masa lampau. Nusantara ternyata telah dikenal dunia Arab sebelum abad ke-7 M, jauh sebelum masuknya agama Islam ke kawasan ini.
Penelitian modern pun terus menggali keterkaitan antara kisah-kisah klasik Arab dengan sejarah maritim Asia Tenggara. Sebagian arkeolog dan sejarawan percaya bahwa pengaruh peradaban Arab kuno memang pernah menyentuh wilayah Nusantara.
Meski belum ditemukan artefak langsung yang membuktikan kedatangan Tubba’ ke Nusantara, sumber-sumber tertulis Arab klasik tetap menjadi petunjuk penting tentang relasi antar peradaban. Catatan tersebut menjadi saksi betapa dinamisnya jalur pelayaran kuno di kawasan ini.
Keberadaan Zabag sebagai negeri kaya raya di Asia Tenggara membuktikan bahwa Nusantara memiliki peran strategis dalam peta perdagangan dunia kuno. Catatan kunjungan raja-raja asing seperti Tubba’ menunjukkan bahwa kawasan ini memang telah lama menjadi rebutan.
Dengan demikian, kisah tentang ekspedisi Raja Tubba’ ke Zabag tidak bisa dianggap semata-mata legenda. Meski detailnya belum terungkap sepenuhnya, keberadaan kisah tersebut menjadi bagian penting dari sejarah maritim Nusantara yang masih terus digali.